Jumat, 28 Juni 2013

Sang Pedang Bermata Ganda

kebohongan itu bagai pedang bermata ganda.

tapi semudah itukah menghindarinya?
kadang bukan keharusan, tapi kebutuhan yang melahirkannya.
kadang tak bisa diterima, tapi hanya itulah pilihannya.

Salah? Apa yang salah?
Tapi juga tak ada kebenaran.
kosong, bimbang.

Hanya ada seutas benang.
Tapi jalannya rumit, tak sanggup lurus, tak bisa jelas.
Jika saja ada yang mampu membuka pilinan ini,
itulah pikiran sendiri.

kebohongan itu bagai pedang bermata ganda.

Disimpan, melukai diri
Diungkap, menodai segalanya.
Tak semua jalan lurus itu mulus,
tak semua jalan berkelok itu tak elok.
Namun tetaplah bukan jalan yang menentukan kita.
Tapi kitalah penentu jalan.

Pungkirilah keinginanmu,
maka sakitlah dirimu.
jika ingin berbohong akan hati, bukan siapapun yang berhak melarang.
jika jujur yang kau pilih, bukan juga siapapun yang merasakan sakit.
ambillah jalan sesukamu.
jalan yang tak membuatmu pilu.
apapun itu.

karena, kebohongan itu bagai pedang bermata ganda.

Selasa, 11 Juni 2013

Penentu Takdir

Siapa yang kau anggap penentu?
Tuhan, orang tua, atau dirimu sendiri?
Siapa yang kau kira serba tahu?
Tuhan, sahabat, atau jalan pikirmu sendiri?
Pantaskah dirimu menentukan, atau bersuara akan ketentuan?
Apa kau pikir secuil dirimu menyimpan penuntun masa akan datang?
Atakah hanya hatimu yang merasa tahu akan apa yang hendak melintang?

Diam!
Bukan pena mu yang membuat ketentuan
Bukan juga carik kusammu yang memapar misteri kehidupan
Adakah kau punya hak untuk berkata "iya" pada semua yang diragukan?
Atau "tidak" pada segala yang dinanti dan dambakan?
Bukan. Bukan milikmu.
Sama sekali bukan milikmu untuk berkata "cocok" pada dua insan
yang bahkan tak saling bertemu pandang.
Bahkan detik maha misteri turut bungkam.
Juga udara tanpa aksara hanya sekedar menerpa.
Bukan menguak maupun mengungkapnya.

Hunus saja sendiri pedang tumpul itu dari otakmu,
kalau kau merasa harus menebas semua pertanyaan itu.
Kini, bukan lagi aku yang mencari tahu.
Itu dirimu.

Senin, 10 Juni 2013

Apa Bulan Jatuh Cinta

Kala mentari telah terjerembab dalam garis cakrawala,
langit kian tegas dan kontras.
Angin berlalu, menyibak kabut muram nan kelabu.
Sesabit cahaya menerpa senyum mungil di ujungnya.
Entah itu senyum untuk siapa.

Sedikitpun ia tak pernah cerita.
Selama ini hanya bungkam, enggan bicara.
Apa dia dirundung kasmaran?
Para pengembara toh hanya menerka-nerka.

Selama umur alam raya, adakah ia menaruh cinta pada Sang Pengunci Tujuh Warna?
Sejak awal benda-benda langit mewujud, pernahkah ia memiliki setitik rasa pada titik-titik di angkasa?
Selama kedua kutub masih mengukir jarak, apakah gelayut lembut angin malam pernah membuatnya terbuai?
Ataukah penantian pasang-pasang mata yang tiada tara adalah gemerlap mukjizat baginya?

Jika bulan bisa jatuh cinta, tapi dengan siapa?